Fase Patah Hati

"Move on yang ideal itu berapa lama sih waktunya?"

Pertanyaan iseng dari temen gue beberapa hari yang lalu membuat gue tertarik untuk ngebahas lebih jauh, Iya juga ya, berapa lama sih waktu yang dibutuhkan untuk bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu? Sebulan? Tiga bulan? Setahun? Lima tahun? Seratus sembilan puluh tiga koma dua belas tahun?

Ya..Sebenernya relatif sih. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan move on seseorang. Tingkat kesibukan, dukungan dari orang dan lingkungan terdekat, hingga faktor dari hubungan itu sendiri. Ada kenangan, rasa sakit, dan hal hal lain yang enggak bisa langsung diterima begitu aja sama hati yang sedang patah.

Dan juga, menurut gue Move On adalah sebuah proses yang sangat personal. Perilaku Unfollow/Block di media sosial, bersikap cuek dan menjauh perlahan, atau bahkan menjalin hubungan baru, bukanlah sebuah tanda seseorang udah bisa berdamai dengan masa lalunya. Hanya orang itu yang tau dan bisa menentukan.

Maka, gue percaya sepenuhnya bahwa setiap orang berhak menentukan waktu Move On-nya sendiri sendiri. Entah itu Sebulan, tiga bulan, setahun, lima tahun, ataupun seratus sembilan puluh tiga koma dua belas tahun, setiap orang punya titik siapnya masing-masing. Tidak bisa disamaratakan. 

Kenapa? Karena kalau belum Move On, ya berarti memang belum sampai ke fase itu

Kok gitu? Buat gue, Move on adalah puncak dari rangkaian fase makan gak enak dan tidur gak nyenyak yang biasanya dimulai dengan kalimat "Kayaknya kita sampe sini aja ya?"

 Apa aja sih fase fasenya? Yuk bahas satu persatu. 


1. The Break Up

Ini adalah asal muasal  terjadinya patah hati. Kayak balon yang terus menerus ditiup, momen ini adalah saat dimana pecahnya balon tersebut. Titik kulminasi tertinggi dari masalah-masalah yang sudah beberapa lama terjadi, lalu menumpuk dan pecah. Atau bahkan mungkin datang tanpa masalah sama sekali.

Tanpa ada masalah yang cukup berarti, tiba-tiba putus. Dan kadang keluarlah alasan-alasan klise seperti :

“Bukan salah kamu kok, ini salah aku”

“Kita lebih nyaman jadi temen aja deh kayaknya”

Atau, yang paling sampah,

"Abis putus dari kamu, aku mau sendiri dulu"

Biasanya, pihak yang patah hati akan sok-sok tegar. Masang muka yang seolah berkata “Gue bakalan baik-baik saja.”. Seperti disunat, awalnya kita akan merasa biasa biasa aja, sampai reaksi obat biusnya hilang.


2. The Meltdown.

Ini adalah fase mencairnya semua kesedihan yang tadi gak sempat keluar. Fase habisnya obat bius pasca sunat. Yang cewek mungkin nangis, yang cowok mungkin stress ampe kebawa mimpi.

Ini adalah masa-masa dimana makan gak enak, tidur gak nyenyak. Ada lubang yang cukup besar yang muncul akibat kepergian seseorang. Rutinitas yang terjadi tiap malam tiba-tiba hilang. Yang terasa cuma sepi.

Kangen dan kesepian adalah kombinasi mematikan.

Buat gue sendiri, ini adalah momen dimana gue cuma bisa tiduran di kasur, sambil ngeliat ke langit-langit kamar selama berjam-jam.

Kalau kalian sedang ada di fase ini, gue sangat tidak menganjurkan untuk bersikap kepo terhadap mantan. Stalking malah sama sekali gak menolong dan semakin menambah dosis galau.

Menyakitkan memang. Di fase ini, kita akan amat sangat membutuhkan kehadiran teman dan lingkungan terdekat kita.


3. The Denial

Ini adalah fase dimana lo udah curhat dengan teman-teman lo. Dan mereka memberikan saran-saran normatif  yang kedengerannya basi, dan diucapkan cuma untuk membuat hati lo senang. Saran-saran seperti :

“Santai aja. Masih banyak ikan di laut”

“Mungkin ini memang jalannya. Yang terbaik buat semuanya” 

Biasanya di fase ini lo akan  berbohong kepada diri lo sendiri. Berjanji kalau semuanya akan baik-baik saja. But deep inside your heart, you know it won’t. It hurts like hell.


4. The Blaming Phase

Fase menyalahkan ini dibagi lagi dalam 3 tahap.

a. Menyalahkan si mantan.

Ini momen dimana lo menyadari bahwa saran teman-teman lo itu gak bekerja. Dan lo mulai menyalahkan orang lain, karena itu hal yang paling mudah dilakukan. Biasanya orang yang menjadi penyebab patah hati lo menjadi sasaran pertama.

“Kenapa sih lo jahat kayak gitu? Kok lo tega membohongi gue?!”

“Emang gue kurang apa? Kurang apaaaa?”

“Semoga lo gak bahagia dan cepet mati ya!”


b. Menyalahkan situasi sekitar dan orang lain.

Ketika lo akhirnya menyadari bahwa menyalahkan mantan aja gak cukup, lo akhirnya mulai menyalahkan lingkungan sekitar dan orang lain yang sebenarnya juga gak bersalah.

“Kenapa sih gue harus ngerasain kayak gini? Kenapa?! Kenapaaaaaa?!” *kamera zoom out*

“Ini listrik mati, sama kayak cinta gue. Bangsat!”


c. Menyalahkan diri sendiri.

Dan pada akhirnya lo tiba di saat-saat yang paling menyedihkan. Menyalahkan diri sendiri.

“Mungkin memang ini salah gue, yang kemaren terlalu cuek”

“Mungkin emang gue yang terlalu demanding, ampe bikin dia gak nyaman”

“Mungkin gue harusnya jadi pasangan yang lebih menyenangkan"

Biasanya, di fase ini muncul rasa pendewasaan. Mungkin mantan kita punya salah, tapi pastinya kita juga punya andil dalam rusaknya sebuah hubungan. Buat gue, fase menyalahkan diri sendiri adalah fase pembelajaran dari kesalahan kesalahan yang gue lakukan.


5. The Recovery

Di fase ini, lo mungkin mulai bisa lupa meski kadang masih suka menggaruk luka-luka yang hampir kering. Fase penyembuhan dimana rutinitas kerja membuat lo lupa. Fase ini lo akan menyadari kalau menyia-nyiakan hidup lo adalah tindakan yang salah. Lo akan mencari rutinitas yang membuat lo lupa.

Aktivitas apapun yang bisa menyita perhatian. Kerja sampe malam di kantor. Ikutan marathon, atau bahkan jualan koran di perempatan. Lumayan bisa nambah uang saku. Galau yang produktif.


6. The Dawn

Ketika lo mulai terbiasa sendiri. Mulai terbentuk rutinitas pribadi yang baru. And this is the time when life gives you a favor.

Jalur kehidupan lo sekali lagi bersinggungan dengan orang lain yang menarik perhatian lo. Rutinitas baru kembali muncul. Lubang yang lama kosong mulai ada yang mengisi.

Dan lo akan kembali belajar gimana caranya tersenyum.


7. And finally…The new beginning.

Ini adalah momen dimana lo melihat ke belakang dan menyadari kalau semua saran teman-teman lo tadi memang benar. Memang harus seperti ini jalannya.

Rentetan peristiwa yang membuat lo berpikir dan semakin dewasa. Sebuah peristiwa dimana lo menarik napas panjang, lalu menghembuskannya sekuat tenaga. Dan ada suara kecil yang muncul di dalam kepala lo.

“Aku memang sayang kamu, tapi aku harus lebih sayang kepada diriku sendiri.”

Saat itulah akhirnya lo bisa ikhlas, melangkah pergi meninggalkan semuanya.

Ketika sebuah hubungan dengan seseorang berakhir, percayalah bahwa kita telah selangkah lebih dekat dengan orang yang tepat.


Jadi, kalian sekarang ada di tahap yang mana?

Comments

  1. Terakhir nulis th 2019 ya? Lanjutt dong nulisnya 😊

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts