The Beginning

Gue sedang berada di dalam bus yang akan ngebawa gue ke Jakarta dari Palembang. Ini adalah pengalaman pertama gue naik bus jarak jauh, yang menyebabkan gue tidak mengetahui kalo hal paling penting yang harus dipersiapkan sebelum naik bus jarak jauh adalah pantat yang fit dan prima. Akibatnya, selama dua puluh jam kedepan gue menyalahgunakan bantal yang seharusnya menjadi sandaran punggung menjadi alas tambahan untuk pantat gue. Iya, mirip mirip orang ambeien.

Langit diluar udah mulai gelap. Dari Billboard yang baru aja gue lewatin, gue tau bus yang gue tumpangi udah masuk daerah Lampung, yang berarti masih sekitar lima jam lagi sebelum nyampe pelabuhan Bakauheni.

Gue melihat ke sekeliling. Banyak penumpang yang udah bersiap tidur dengan merebahkan kursi dan membungkus diri dengan selimut, beberapa lainnya masih sibuk dengan gadgetnya, membaca majalah, atau memandang menerawang ke arah luar jendela.Gue memperhatikan mereka,

Bagi gue, mereka semua tampak biasa aja. Padahal mungkin aja ibu ibu yang sedang main gadget sebenernya lagi Googling tentang penyakit parah yang dia alami,mas mas yang ngabaca majalah lagi berantem sama orangtuanya, atau si bapak yang memandang menerawang ke luar jendela sebenernya adalah seorang oom oom homo yang mencari korban mahasiswa pertanian semester tiga (kenapa harus mahasiswa pertanian dan kenapa harus semester tiga, gue pun gatau)

Tapi,sekali lagi, semuanya tampak biasa aja bagi gue.

Begitupun bagi orang lain yang ngeliat gue. Bagi orang lain, mungkin gue adalah seorang-cowok-pake-celana-pendek-dan-jaket-denim yang biasa aja. Padahal, gue adalah seorang-cowok-pake-celana-pendek-dan-jaket-denim yang baru aja putus.

Gue menarik napas, memasang earphone, menekan tombol shuffle di music player gue, dan mengulang sebuah pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya hari ini,

"Apa yang salah?"

Beberapa bulan belakangan hubungan gue dan si anu berjalan lancar jaya. Frekuensi berantem yang semakin jarang ngebuat semuanya terlihat mudah. Banyaknya waktu ketemu juga semakin bikin klop gue dan dia. Singkatnya, semua yang terjadi beberapa bulan belakangan ini membuat gue lebih yakin buat terus sama dia.

Lalu entah mengapa kalimat "Aku gakbisa terus terusan ngelawan mama aku untuk gak ada hubungan sama cowok manapun,kita udahan aja ya" tiba tiba muncul di layar hape gue di sebuah malam.

"Tapi aku beda. Hubungan kita beda. Kita gak kayak orang pacaran kebanyakan" jawab gue, mengingatkan berapa banyak waktu berduaan yang kami habiskan untuk ngebahas tugas dan pelajaran,sampe dijulukin "pasangan maniak nilai" sama seorang temen gue.

Tapi semuanya percuma. Setelah beberapa saat beradu mulut (tolong jangan diartikan secara harfiah) , hubungan gue dengan si anu resmi putus.

Earphone di kuping gue memperdengarkan lagu How deep is your love nya Bee Gees. Berusaha tidak mengingat kalo gue pernah nyanyiin lagu ini bareng si Anu, gue membuka botol minum, meneguk isinya beberapa kali, dan kembali ke pikiran gue yang melayang-layang.

"Perbedaan" ,pikir gue. Perbedaan yang selama ini kami hadepin dengan angkuh, sekarang malah menjadi penyebab kehancuran hubungan gue dan dia. Mungkin perbedaan itu udah tumbuh besar dan bertambah kuat tanpa kami sadari. Atau keyakinan kami berdua untuk tetep sama sama yang meredup,sehingga gak mampu lagi membendung semua perbedaan tadi.

Langit di luar udah sepenuhnya gelap sekarang. Lampu lampu di dalam bus juga udah dimatikan, digantikan dengan lampu tidur yang lebih redup. Gue mengambil selimut dan menaruhnya di atas paha. Jam udah menunjukkan pukul sebelas malam dan gue masih belum tidur sama sekali.

Meredup, gue mengulang kata itu. Benarkah keyakinan itu meredup? Atau emang sejak awal semua keyakinan tadi emang gak pernah ada?

Gue menunduk, merutuki pikiran gue yang selalu hilang kontrol saat baru putus kayak gini.

Lagu The Beginning nya One OK Rock menghentak di earphone gue. Sambil mengeraskan volume suara di hape, gue mulai memejamkan mata.

Di lagu ini, Taka, vokalis One OK Rock, bercerita tentang seorang cowok yang punya keyakinan kuat sama ceweknya, lalu rela perjuangin hubungannya sedemikian rupa, bahkan sampe dibilang "gila" sama orang orang sekitarnya. Pada akhirnya hubungannya tetap kandas, tapi si cowok tetep bandel untuk mempertahankan hubungan tadi, karena keyakinannya yang kelewat kuat sama si cewek.

Gue bukan si cowok di lagu itu, si Anu juga bukan si cewek di lagu itu. Tapi hubungan kami berdua adalah hubungan mereka di lagu tersebut. Hubungan yang udah susah payah dibangun, dipupuk, diperjuangkan, tapi pada akhirnya kandas juga. Hubungan yang pondasinya udah salah dari awal,  namun tetap dipaksakan untuk dibangun. Hubungan yang mungkin seharusnya gak pernah dimulai.

Lucu ya, bagaimana dua orang yang dulunya gak pernah kenal, lalu mencoba kenal, cocok, saling deket, dan tiba tiba mencoba untuk gak saling kenal lagi. Mencoba untuk kembali ke tahapan pertama dari siklus absurd ini. Menyia-nyiakan semua usaha yang udah dihabiskan untuk mencapai tahapan terakhir tadi.

Suara kondektur membangunkan gue. Ternyata bus udah sampe di Jakarta. Gue menguap lebar dan melihat keluar jendela. Masih subuh. Gue pun menyampirkan backpack ke pundak, dan perlahan turun dari bus. Sambil menghela napas , gue bergumam.

"Aku sudah siap melupakan kamu"

Comments

Popular Posts